Selasa, 23 Februari 2010

TH Stuck in Prisoner’s Dilemma


TH stuck in prisoner’s dilemma

Pedro dan Rudolfo tertangkap karena membobol bank nasional MCSCA (Mi casa su casa amigo) dan kini ditempatkan pada sel isolasi yang berbeda. Background profil Keduanya adalah pencuri part time dan tercatat sebagai anggota di salah satu perserikatan pencuri kelas teri yang terdiri atas 15 anggota sampah masyarakat (10 orang pengangguran, 2 orang PSK, 3 orang siswa SMU yang tidak lulus ujian akhir nasional. Pedro dan Rudolfo termasuk yang pengaguran). Basically, they are amateur.

TH stuck in prisoner’s dilemma

Karena mereka amatir, maka orientasinya lebih berat pada kebebasan (atau pembebasan) individu (personal freedom) dibanding nasib comrade-nya (kawan seperjuangan operasi pembobolan bank). Seorang prosecutor cerdas memanfaatkan latar belakang tersangka yang amatir tersebut dan memberi tawaran kepada masing-masing.

TH stuck in prisoner’s dilemma

yo chico, kamu boleh memilih mengaku atau tetap diam. Kalau kamu mengaku dan comrade-mu tetap diam, maka saya akan mencabut semua tuntutan terhadapmu, dan dengan kesaksianmu, saya pastikan temanmu-lah yang melakukan kejahatan tersebut. tapi bila kamu memilih diam dan temanmu mengaku, maka dia akan bebas dan kamu yang akan membusuk di penjara, bila kalian berdua mengaku, maka akan ada dua tersangka, tapi akan saya pertimbangkan pembebasan bersyarat. Namun bila kalian berdua memilih diam, maka saya bisa dengan gampang menjebloskan kalian ke penjara dengan tuntutan kepemilikan senjata. Kalau mau mengaku, kau harus tinggalkan pesan tertulis pada sipir sebelum kedatanganku besok pagi, comprende amigo..?

TH stuck in prisoner’s dilemma

If you pedro or rudolfo what will yo do???

TH stuck in prisoner’s dilemma

Ps: firearms possession is illegal in this story; don’t try to think to escape. coz u r an amateur, if u pro u not gonna get caught.

TH stuck in prisoner’s dilemma

Analysis..

Dilemma yang dihadapi para tahanan adalah, apapun keputusan yang diambil pedro maupun rudolfo, nampaknya pilihan yang terbaik bagi keduanya adalah mengaku dibanding tetap bungkam. Namun hasil yang diperoleh ketika mereka berdua mengaku, lebih buruk bagi masing-masing bila dibandingkan dengan hasil yang akan mereka peroleh bila tetap bungkam. Secara umum, visualisasi yang ditangkap dari ilustrasi tersebut merupakan sebuah puzzle konflik antara rasionalitas individual dan kelompok. Sebuah kelompok yang anggotanya mengejar rasionalitas kepentingan pribadi (self-interest) mungkin berakhir dengan lebih buruk dibanding dengan kelompok yang anggotanya bertindak dan membuat keputusan yang melawan rasionalitas kepentingan pribadi.

TH stuck in prisoner’s dilemma

umumnya, jika imbalan tidak diasumsikan untuk mewakili kepentingan pribadi, kelompok anggota yang secara rasional mengejar tujuan apapun, mungkin semuanya akan mendapatkan kesuksesan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan secara tidak rasional mengejar tujuan mereka secara individual.

Lebih jelasnya, prisoner’s dilemma game dan generalisasi multi-playernya merupakan contoh dari situasi-situasi yang sangat familiar dimana manusia sebagai aktor rasional dihadapkan kepada sulitnya kenyataan dan konsekuensi pilihan yang ada untuk menjadi rasional. Makhluk-makhluk egois (selfish agents) bekerjasama demi tujuan bersama. Pilihan rasional yang diputuskan oleh para aktor menggambarkan dilemma antara selfish behavior dan altruism sosial. Aktor yang membuat Keputusan untuk mengaku, tidak peduli apapun yang dilakukan aktor lainnya akan memberi keutungan pada dirinya secara individual, namun bila keputusan yang dibuat adalah tetap bungkam maka akan menguntungkan aktor lain.

Menguntungkan satu pihak tidak selalu salah, tentu saja, dan menguntungkan pihak lainnya tidak selalu diharuskan secara moral.


Kamis, 18 Februari 2010

THW cry for brother 6 times

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang amam terpencil. Hari demi hari orang tuaku membajak tanah kering kuning dan punggung mereka mengahadap langit. Aku mempunyai seorang adik tiga tahun lebih muda dariku, mencintaiku lebih daripada aku mencintainya.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku memilikinya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku, ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok dengan sebuah tongkat bamboo ditangannya.

“siapa yang mencuri uang itu?” beliau bertanya,. aku terpaku terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapapun mengaku jadi beliau mengatakan “baiklah, kalu begitu kalian berdua layak dipukul”

Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi, tiba-tiba adikku mencengkram tangannya dan berkata “ayah, akulah yang melakukkannya.. !”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya dan terus memukul hingga kehabisan napas. Sesudahnya, beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “kamu sudah berani mencuri dirumah sekara, kejahatan apalagi yang akan kamu lakukan dimasa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati, kamu pencuri tidak tahu malu!’

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku. Tubuhnya penuh dengan luka tap;I ia tidak menitikan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, aku tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecillnya dan berkata “kak, jangan menangis lagi sekarang, semua sudah terjadi”

Aku masih membenci diriku karena tidak memiliki keberanian untuk mengakui kesalahanku. Bertahun-tahun telah lewat, namun insiden itu kelihatannya seperti baru kemarin terjadi. Aku tidak akan pernah lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu adikku berusia 8 tahun dan aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA kabupaten, pada saat yang sama aku diterima untuk masuk ke universitas provinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap; rokok tembakaunnya, bungkus demi bungkus. Aku mendengarnya memberengut, “kedua anak kita telah memberikan hasil yang sangat bagus, hasil yang sangat bagus.”. ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduannya sekaligus?’

Saat itu juga adikku berjalan keluar kehadapan ayah dan berkata, “ayah, aku tidak mau melanjutkan sekolah lagi, sudah cukup banyak buku yang kubaca”

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku tepat diwajahnya, “mengapa kau memiliki jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti aku harus mengemis di jalan, aku akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai”

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke wajah adikku yang membengkak dan berkata, “seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya, kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini. Aku telah memutuskan untuk tidak melanjutkan ke universitas”

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap disamping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas diatas bantalku, “kak, masuk universitas tidaklah mudah, aku akan mencari kerja dan mengirimmu uang”

Aku memegang kertas tersebut diatas tempat tidurku dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 dan aku 20

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun dan uang yang adikku hasilkan dari mangangkut semen di p;unggungnya pada lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai di tahun ketiga. Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan “ada seorang penduduk dusun menunggumu diluar”

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kalau kamu adalah adikku?”

Dia menjawab tersenyum “ lihat bagaimana penampilanku, apa yang akan mereka pikirkan jika tahu aku adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”

Aku merasa trenyuh, dan tidak dapat menahan airmataku, aku menyapu debu-debu dari adikku, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “aku tidak peduli pada siapapun! Kamu adalah adikku bagaimanapun juga! Kamu adalah adikku bagaimanapun penampilanmu!”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu dan memberikannya padaku “aku melihat gadis-gadis kota memakainya, dan kupikir kau harus memiliki satu”

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama, aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menagis, dan menagis. Tahun itu adikku berusia 20 dan aku 23

Kali pertama aku membawa pacarku kerumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan rumah kelihatan bersih sekali. Setelah pacarku pulang, aku menghampiri ibuku, “bu, ibu tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk membereskan rumah kita”, tetapi ibu tersenyum dan mengatakan,”itu adikmu yang pulang lebih awal dan membereskan rumah, tidakkah kau melihat luka ditangannya? Dia terluka saat memasang jendela baru”

Aku masuk kedalam ruangan kecil adikku, melihat wajahnya yang kurus serasa 100 jarum jam menususkku. Aku mengoleskan obat pada lukanya dan membalutnya “apakah itu sakit?” aku menanyakannya.

“tidak, tidak sakit. Kau tahu, ketika aku bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan dikakiku setiap saat, itu bahkan tidak menghentikanku bekerja dan…” ditengah-tengah kalimatnya ia berhenti, aku membalikkan badan dan airmataku mengalir deras. Tahun itu, adikku berusia 23 dan aku 26.

Ketika aku menikah dan tinggal di kota, banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau adikku juga tidak setuju, dia mengatakan “kak, jaga saja mertuamu, biar aku yang mengurus ayah dan ibu”

Suamiku menjadi direktur di pabriknya dan menginginkan adikku bekerja padanya sebagai menejer di bagian pemeliharaan, tetapi adikku menolak tawaran tersebut, dan berkeras memulai pekerjaan sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari adikku diatas besuah tangga sedang memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik dan masuk rumah sakit, suamiku dan aku pergi menjenguknya, melihat gips putih pada kakinya aku menggerutu, “mengapa kau tidak mau mendengarkanku? mengapa tidak kau terima saja pekerjaan sebagai menejer? Menejer tidak perlu melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini”

Dengan tamp;ang serius dia membantah, “ coba pikirkan kakak ipar, dia baru jadi direktur, dan aku hampir tidak berpendidikan, jika aku menjadi menejer, apa yang akan dicicarakan orang”.

Mata suamiku dipenuhi air mata, aku sendiri terisak-isak, “tapi kamu kurang berpendidikan juga karena aku” dia menggenggam tanganku, “mengapa membicarakan masa lalu?” dia berkata mencoba menghiburku. Tahun itu, adikku berusia 26 dan aku 29 tahun.

Adikku kemudian berusia 30 tahun dan menikahi seorang gadis petani dari dusun itu, dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, siapa yang paling kau hormati dan kasihi? Tanpa berpikir ia menjawab,”kakakku!”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kejadian yang aku sendiri bahkan tidak mengingatnya. “ketika aku masih SD, kami bersekolah di dusun seberang, kami harus menempuh perjalanan 2 jam. Suatu hari ketika pulang sekolah, aku kehilangan sebelah sarung tanganku, dan kakakku memberikan sebelah sarung tangannya kepadaku dan dia hanya memakai sebelah saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba dirumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin. Dia bahkan tidak bisa memegang sendok saat makan, sejak saat itu aku bersumpah, selama aku hidup aku akan menjaga kakakku, dan baik kepadanya..

Aku tidak dapat berkata apa-apa, hanya airmata yang deras membanjiri wajahku.. tidak ada yang mampu menggambarkan kasihku kepada adikku,, terlebih dalam menggambarkan kasihnya kepadaku.

(happy birthday oeppiy.. )

Senin, 15 Februari 2010

THB in Heart


Chapter 1

Ini kali pertama aku coba menulis sesuatu tentang anatomi manusia. Mencoba jujur membahasakan suatu part dalam tubuh manusia yang dinamakan hati. Satu bagian yang ruangnya diisi oleh sesuatu.. Fungsi dari hati ini, aku sendiri tidak terlalu paham. Yang aku tahu hati berfungsi mengeluarkan anti toksin.. aku sendiri tidak merasakan keberadaannya pun manfaatnya dalam tubuhku. Aku tidak melihat anti toksin yang diproduksinya. Eksistensi hati sepertinya bisa dirasakan saat orang lain menerangkannya

Chapter 1

Tapi ada lagi hati lainnya, bentuknya dideskripsikan oleh hampir setiap orang dengan bentuk question mark atau tanda tanya yang saling berhadapan, seperti sedang berciuman namun tanpa titik dibawahnya. Ruangnya diberi warna pink kadang merah. Entah apa maksudnya.

Chapter 1

Berbeda dengan jenis hati yang diatas, hati model kedua bisa dirasakan eksistensinya tanpa diterangkan orang lain padaku. Aku bisa paham dengan sangat gejala-gejalanya bila hati itu tidak berfungsi dengan baik, atau sedang dalam fungsi optimal Aku memahaminya dengan sangat, tanpa perlu pendidikan formal, penjelasan ilmiah, atau bahkan myth sekalipun. Aku sepertinya tak butuh eksplanasi orang lain agar memahaminya. Aku bisa merasakannya sendiri. Itulah yang disebut alamiah, mungkin.

Chapter 1

Manusia bisa merasakan sakit yang benar-benar sangat, dan saat itu mereka tahu hatinya sedang tidak berfungsi dengan baik.

Manusia bisa merasakan senang yang benar-benar sangat, dan saat itu mereka juga tahu kalau hatinya sedang dalam fungsi optimalnya

Keduanya berhubungan langsung dengan indera…

Chapter 1

Sakitnya bisa membuat kelenjar airmata lebih produktif……………menangis/isak/sedih

Senangnya bisa membuat testosteron lebih produktif……………tertawa/senyum/bahagia

Namun gejala awal keduanya adalah perasaan seperti mual. Full, isi perut seperti dibolak-balik.

Chapter 1

Manusia merasakan hal itu sangat sering.. namun bila terlalu sering sensasi itu mungkin tidak lagi muncul.

Chapter 1

Kamu,,,, yang sedang merasakan bahagia yang amat sangat, atau sakit yang membunuh,, di hati. bersukurlah. Jangan minta pada tuhan untuk mengawetkan rasa bahagiamu dan mengakhiri rasa sakitmu.

Chapter 1

Bila rasa bahagiamu everlasting, bosan bisa menghampiri. Lama-lama mati rasa.

Bila rasa sakitmu diakhiri, kamu tak lagi berharap bahagia.akan datang setelah ini. Kamu tidak lagi berharap. Tak ada harapan, sama saja tidak hidup

Kamis, 11 Februari 2010

Klarifikasi soal Debater


Baru-baru ini aku belajar tentang debat ,let’s see.. 5-1+2-0 x 365 days = 2190 x 24 hours = 52560 hours, or 6 years (FYI, that simple math always make me dizzy, so lebih gampang pakai kalkulasi rantai genetic dalam pola2 hereditas) that number includes months of holiday, aidl fitr, Ramadhan, Christmas, august 17th, Easter, teacher’s day, Hanukah, bar mitzvah, and other insignificant holiday like malang tempo doeloe, discount week in Ramayana, or industrial ministry visit in campus..

Bottom line is,, even 6 years sounds great and suppose to be full of experience and achievement, I’m still stuck on “ best 50” in total 55.. the coolest part was, the best 51-55 was senior hi school students, (nah,, I’m jokin’ ! just so you wont kill ur self for being so pathetic)

Benang merah …
Debate atau dalam bahasa Indonesia terjemahan kamus, diartikan sebagai debat, definisinya bermacam-macam:
Satire definition (for sum): debate is arguing something (with ur opponent off course) in order to convince people that you are RIGHT… (Or other is wrong, not effective, illogic, bad, sucks, wacko, or so.. you got it!)
Anti satire definition (for the rest): clash between aversions, in order to express the innumerous hatred, or self objection upon things in life.. Sometimes they argue with them self, namanya perdebatan batin (I know it’s bit excessive)
Aku termasuk penganut satire one, menurutku debat sangat menyenangkan (zzz… obyektifnya mana??) Debat sangat bermanfaat,, logikanya seperti menabung di bank.. (POI?.... don’t bother!) debat bisa mengasah kemampuan berpikir logis, one step ahead ato kerennya: futuristic (atau utopis), banyak manfaatnya lagi…, terlebih dalam public-speaking skill and u know what, write doesn’t count…
In my opinion,, sekarang apalagi sih yang paling gak penting daripada meyakinkan orang banyak kalau kamu yang paling benar, so here’s the simple premises

Ngotot + ngibul logis = bikin orang yakin kalo kamu paling benar,
Ngotot + ngibul = gak penting
Meyakinkan orang kalo kamu yang paling benar = gak penting
(misalnya, debat sama tukang sayur klo harga 1 papan tempe Rp;1500 instead of Rp. 2000 evidencenya market review metro TV, dan berusaha meyakinkan kalo kamu paling benar)

Bikin yakin orang kalo kamu yang paling benar = menyenangkan
(just admit! dapat potongan Rp.500 dari 1 papan tempe,, dikali aja 10 papan = Rp. 5000 bisa nyumbang koin utk prita)

Yang gak penting = menyenangkan..!
(wanna prove??? Again it’s Tempe man....)

Untuk beberapa orang, debater is like the most selfish, ego-centric, g-mau-kalah-percuma-saja-ngomong-baik-baik-pake-bahasa-jawa-kromo-tingkat-tinggi-tapi-tetep-aja-ngotot…person.. tapi sebenarnya pemahaman seperti itu diragukan dan perlu dilakukan uji coba lanjutan,
Recently,, aku melakukan test kecil-kecilan (jangan tanya metodenya) terhadap perilaku debater untuk menunjukan pembenaran atas asumsi mayoritas bahwa mereka adalah makhluk yang paling bissssaaa aja, menang sendiri, keras kepala, dan yang keras-keras lainnya..,, namun sedihnya (sekaligus bangganya) harus ku umumkan bahwa tidak ada pembenaran atas satu pun claim tersebut..
Dibalik appearance yang sengak, congkak, pelit, sadis, malas bikin laporan pertanggung jawaban, ngototan, dan beberapa sifat lainnya yang sangat tidak friendly bagi makhluk sosial (hitungannya orang jawa), debaters sebenarnya quite (….u know) nice..

Category A (pengabdian terhadap orang tua)
Most of debaters punya IPK diatas 3,5 (diatas loh ya…) standart??, argumentnya: banyak mahasiswa lainnya yang bukan debater malah ada yang IPKnya 4.00.. but here’s the rebuttal: berapa banyak mahasiswa non-debater ber IPK diatas 3,5 yang bisa berargumen canggih untuk melegalisasi prostitusi, aborsi, hak homosexual menikah, dengan set of sophisticated mechanism, dan justifikasi yang meyakinkan hanya dengan waktu 7 menit 20 detik,…? None..
Or.. ada berapa banyak mahasiswa non-debater ber-IPK diatas 3,5 yang bisa berargumen canggih mendukukng mosi seperti politicians should not be allowed to own media companies, atau Academy Awards do more harm than good, atau mungkin supports a 35 hour working week, atau berargumen mendukung economic growth as the solution to climate change, atau bisakah mereka support Turkish military action in Kurdistan.,..?? hah..! I don’t think so,,
You see,, debater do that,, they do argue everything without put them self into pergulatan batin dan berlama-lama didalamnya (they got only 30 minutes) which most of mahasiswa non debater can’t argue that way,,
Link-nya: debater is smart person, (waaaayyy… to smart, juz look at definition they made) rata-rata update, even if they’re not updated, they still update (believe me), pengabdian apa yang lebih diharapkan orang tua pada anaknya selain berprestasi, IPK tinggi, lulus kuliah cepet..? (oiya taat kepada tuhan YME: lihat category D) debater do so,, benerkan? Debater adalah anak berbakti, quite nice huh? (if among you debater, yang punya IPK dibawah 3.5,,, shame on you!!!)

Category B (pengabdian tehadap institusi pendidikan)
Most of nowadays debaters are money oriented. You bet that right! Mereka ga bakal mau ikut kompetisi yang hadiahnya dibawah 2 jeti,, jangan salah klo ngiranya hadiah menang lomba bakal dikasih ke kampus, bentuk pengabdiannya berbeda dude, bukan uang (definitely not) bukan juga nama baik kampus yang harum kalau menang (sukur kalo menang, kalo kagak?) my point is, kampus sebagai institusi pendidikan akan sangat terharu kalau mahasiswa hasil didikannya bisa mengamalkan ilmu yang diajarkan, bukan? They thought us to be real person, to be ready to face the real world, right?! Which more-less can’t survive without money.. (there’s no such thing as free even education) logika itu yang coba diajarkan kepada mahasiswanya, which successfully implemented oleh debater. Just imagine how proud kampus pada mahasiswanya (yang debater) saat mereka punya tujuan nyata yang tangible dalam mengikuti kompetisi: menang (dan 2 jeti), universitas sangat terharu melihat produk dididkannya berhasil beradaptasi dengan dunia nyata, (terutama dekan fakultas ekonomi). Compare aja dengan mahasiswa non debater, yang rata-rata ikut kompetisi (limited yang cerdas doank) ga berharap muluk-muluk, yang penting pengalaman dan tambah teman, debater do so (awalnya) tapi ada tujuan jangka panjang, taun depan menang (dan 2 jeti).. you see, pengabdian apa lagi yang bisa diharapkan universitas selain melihat mahasiswanya berhasil menjadi manusia yang sejati, the real one with real purpose (oiya bermanfaat terhadap manusia lainnya: lihat Category C) and debater do so,, bener kan?! Debater adalah mahasiswa berbakti, quite nice huh?! (if among you debater, yang beranggapan yang penting pengalaman,,, shame on you!!!)

Category C (pengabdian terhadap masyarakat/manusia)
No doubt… dalam setiap argument yang dibuat debater, selalu didasarkan pada pancasila (sila pertama kadang-kadang). Segala macam label sosial tidak pernah absent dalam argumentasi yang dibuat, for instants: society acceptance, demands of society, social order, social chaos, social values, social right dan sub-sub right lainnya yang melekat dalam kehidupan manusia seperti (right of woman, right of unborn child, right of labor, dan right2 lainnya) ckckck… sangat berdedikasi bukan?! Merinding kalo ditelaah lebih dalam

Category D (pengabdian terhadap tuhan YME)
Banyak waktu yang terkuras saat mencoba mengungkap tabir yang satu ini.. but then I got it, debater jarang terbuka bila menyangkut vertical relation, 180 degrees if you compare with horizontal issues.. sangat jarang ada debater yang membuat argument tentang religion matter, or god issues unless the motion is science made god redundant and you are opposition, (hah!). Debater sangat jarang menggunakan god influence to determine their argument. Berbeda dengan manusia yang bukan debater yang dikit-dikit mengguanakan pembelaan “dilarang oleh agama dan tuhan” saat menolak ide legalisasi aborsi atau prostitusi atau drugs, atau rokok, atau sex before married, atau gay married (typical, I know,, right?!) atau dalam kasus lainnya seperti “mom is my hero” tipe manusia non-debater akan menyanggahnya dengan “god is the real hero”.. I’m not sayin debater is godless creature, tapi setelah ditelaah lebih mendalam, ternyata itulah esensi pengabdian terhadap tuhan. Pertama, debater lebih malas “membela” tuhan dengan asumsi, god is already good, and that’s truism if you oppose that, where’s the rush if you do challenge? Like two way debate,, (doesn’t mean their chicken) but the only reason challenge debate happens is because that debater stupid (you feel me?).. so they tend to leave god alone, tidak bergantung dan membuat repot tuhan dengan menyertakannnya dalam perdebatan. Kedua, debater lebih ekspresif bila memperdebatkan topik-topik anti ketuhanan, especially when they’re in position to support the motion, mereka lebih provokatif dan sangat bersemangat menikmati tatapan dan cemoohan audience (yang non debater) their turn on (fire..) when making fun of people who oppose them and keep faith in god (regardless). But the good thing, what they did is actually membuat manusia lainnya makin offensive untuk membela tuhan.. you gotta create bad guy so good guy will come (am I right ?!), yang mereka lakukan kadang sangat provokatif, but look at the bright side, keimanan manusia lainnya (non debater) makin tebal.. you see,, they are true martyr.. pengabdian apa yang lebih diinginkan tuhan kepada makhluknya selain upaya membuat makhluk lainnya mendapat hidayah dan kembali kepadanya?? (Seriously.. I have no idea)
Nah… demikianlah,, beberapa hal yang memperlihatkan ke-imutan debater, if you try lil hard (keep pushin’ it) you will see that they aren’t that bad.. hahahaha………

Feminist Epistemology and Philosophy of Science

Feminist epistemology and philosophy of science studies the ways in which gender does and ought to influence our conceptions of knowledge, the knowing subject, and practices of inquiry and justification. It identifies ways in which dominant conceptions and practices of knowledge attribution, acquisition, and justification systematically disadvantage women and other subordinated groups, and strives to reform these conceptions and practices so that they serve the interests of these groups. Various practitioners of feminist epistemology and philosophy of science argue that dominant knowledge practices disadvantage women by

(1) excluding them from inquiry,

(2) denying them epistemic authority,

(3) denigrating their “feminine” cognitive styles and modes of knowledge,

(4) producing theories of women that represent them as inferior, deviant, or significant only in the ways they serve male interests,

(5) producing theories of social phenomena that render women's activities and interests, or gendered power relations, invisible, and

(6) producing knowledge (science and technology) that is not useful for people in subordinate positions, or that reinforces gender and other social hierarchies. Feminist epistemologists trace these failures to flawed conceptions of knowledge, knowers, objectivity, and scientific methodology. They offer diverse accounts of how to overcome these failures.

They also aim to:

(1) explain why the entry of women and feminist scholars into different academic disciplines, especially in biology and the social sciences, has generated new questions, theories, and methods,

(2) show how gender has played a causal role in these transformations, and

(3) defend these changes as cognitive, not just social, advances.

The central concept of feminist epistemology is that of a situated knower, and hence of situated knowledge: knowledge that reflects the particular perspectives of the subject. Feminist philosophers are interested in how gender situates knowing subjects. They have articulated three main approaches to this question: feminist standpoint theory, feminist postmodernism, and feminist empiricism. Different conceptions of how gender situates knowers also inform feminist approaches to the central problems of the field: grounding feminist criticisms of science and feminist science, defining the proper roles of social and political values in inquiry, evaluating ideals of objectivity and rationality, and reforming structures of epistemic authority.

Rabu, 10 Februari 2010

mencoba,,,

terus terang ini adalah upaya pertama membuat blog,, sebenarnya saya tidak terlalu suka menulis,, tapi nampaknya menulis dijadikan salah satu persyaratan penting dalam membina kehidupan yang baik dengan makhluk sosial dimasa kini..

karena suka maupun tidak suka saya terlanjur dipatenkan oleh mayoritas sebagai makhluk sosial,,
so here we go,,

menulis.. (HHH...)
i prefer speaking to be honest!